#30HariBeercerita Hari ke-3
Hari ini, saya akan bercerita tentang pertemuan antara asa, rea dan ego. Namunharap sabar, karena pada postingan ini hanya akan bercerita tentang pertemuan mereka saja. Jadi jangan berharap banyak ya.
**************
Perkenalkan, saya adalah asa. Setiap orang menganggap saya berlebihan akan harapan-harapan yang seringnya tidak tercapai. Tapi, bukankah berharap itu penting? Saya selalu suka berharap. Karena menurut saya, harapan itu membuat hidup. Ada satu harapan yang sampai saat ini masih saya pertanyakan yaitu Cinta. Apakah kamu percaya dan berharap pada cinta juga? Ah sudahlah, nanti saja kita bahasnya. Yang kalian harus tau, saya berharap dapat menemukan cinta hari ini. Tapi, nampaknya belum atau mungkin saya tidak tau.
Saya kira hari ini akan berjalan seperti biasa, namun ternyata saya salah. Saat jam kosong perkuliahan, Saya memutuskan untuk menepi di sebuah bangku taman kampus. Tanpa banyak berharap (tidak seperti biasanya) saya sibuk menatap layar ponsel saya sambil mendengarkan lagu. Sampai saya tersadar, ada seseorang yang berdiri di hadapan saya.
Namanya Rea
Ia mengulurkan tangan seraya mengajak saya untuk berkenalan. Jelas saya terima jabatan tangannya. Mengapa tidak? Bukankah berkenalan adalah hal yang biasa saja? Ia mengatakan bahwa ia mengira saya adalah teman lamanya. Hingga akhirnya kami berbincang-bincang karena kesalah pahaman itu.
Oh ya! Apa perlu saya mendeskripsikan Rea secara fisik? Nampaknya tidak, saya ingin membiarkanmu berimajinasi bagaimana fisiknya, bagaimana suaranya saat ia berbicara dan semua hal tentangnya. Lima menit saya berbicara dengannya, saat itu pun saya sadar bahwa saya jatuh cinta.
***********
Hai, gue Rea. Hari ini gue ngga berekspektasi apapun tentang bagaimana hari gue akan berjalan. Gue termasuk orang yang sangat logis. Gue ngga mau menaruh berekspektasi dalam keadaan apapun. Karena seringnya, terlalu banyak ekspektasi akan mengakibatkan gue menerima sakit hati atau kecewa. Ekspektasi adalah hal yang akan membuat lo sakit hati bukan? Maka dari itu, gue ngga mau berekspektasi lagi.
Hari ini gue harus ke kampus, entahlah Dosen selalu menganggu hari libur gue. Bayangkan saja, gue disuruh menghadap beliau disaat gue masih tertidur lelap di kamar. Tapi, ada satu hal yang gue syukuri hari ini. Gue melihat teman lama gue sedang duduk di bangku taman. Memakai earphone dan sedang asyik melihat layar ponselnya. Tanpa banyak berpikir gue langsung menghampiri.
“Ara?” - seru gue di depannya. Tapi, nampaknya ia tidak mendengar. Semenit berlalu akhirnya dia sadar dan mendongakan kepalanya ke arah gue yang berdiri tepat di depannya.
“Sorry, siapa? - jawab dia sambil menatap kebingungan.
Ternyata gue salah. Itu bukan Ara teman lama gue. Ia adalah Asa.
Kami berbincang-bincang cukup lama karena kesalahpahaman itu. Ia cukup banyak bercerita tentang dirinya dan gue pun begitu. Tanpa tersadar gue jadi ingin tahu lebih banyak tentang dirinya. Lima menit pertama gue berbincang denganny, saat itu gue sadar bahwa gue nyaman bersama dia.
*********
Sampai malam hari, saya masih memikirkan apa maksud semesta mempertemukan saya dengan Rea? Bahkan saya teringat tentang satu kalimat dari Buya Hamka yang mengatakan bahwa kita memang hanya dipertemukan dengan apa-apa yang kita cari. Apakah Rea adalah seseorang yang saya cari? Semoga saya tidak pernah menyesal atas pertemuan ini.
*******
Menurut gue, pertemuan adalah pilihan. Jika tadi gue ngga memilih untuk nekat mendekati Asa, mungkin malam ini gue cuma ngerokok dan debat dengan pikiran gue sendiri. Tapi malam ini beda, gue selalu ingin tau tentang dia. Secepat yang gue bisa, gue pasti akan membalas pesannya. Pilihan ini membawa gue pada suatu pertemun, yang entah gue ngga tau maksudnya apa. Takdir? Pastinya. Tapi ini juga karena pilihan gue. Seakan-akan semesta memiliki rahasia yang ngga gue tau.
Jadi, apa sebenarnya maksud dari pertemuan ini?
Comments
Post a Comment