Skip to main content

Saksi Kita [Tema 1, August 21] #FF2in1

Sudah sejam aku menunggu di sebuah toko buku. Tanpa tersadar perutku semakin tergelitik. Tanganku bergetar mengeluarkan keringat. Dan tentu saja, jantungku berdegup kencang seperti ingin keluar dari rongga tubuh. Mengapa aku seperti ini? padahal aku hanya ingin bertemu dengannya-sahabatku-mungkin. Tunggu, sudah berapa lama aku tak seperti ini? dua tahun? mungkin lebih. Aku terus memperhatikan alur detik jam pada pergelangan tangan. Membolak-balik halaman novel-yang baru saja ku beli dengan resah. Tiba-tiba sepasang kaki yang memakai sepatu berwarna biru itu berhenti tepat di hadapanku. Aku mengadahkan kepala, dan mendapati senyuman yang menenangkan itu. Akhirnya dia datang.

Kata maaf terlontar dari bibir tebalnya. Aku hanya tersenyum kemudian mengangguk. Aku tidak bisa marah padanya, padahal sebelum ia datang aku terus menggerutu sebal. Hari ini adalah hari yang aku tunggu, kami berkencan. Mungkin. Di sebuah bangku berwarna silver kami berhenti. Saling menatap dalam diam tanpa ada satu kata yang terucap. Bibirku kelu, aku terlalu gugup. Aku tidak tau apa yang ada dalam pikirannya pada saat itu. Aku menyerahkan bunga edelweiss yang aku bawa untuknya. Namun, ia tak mau menerima. Ia menyerahkan kembali kepadaku dan memintaku untuk menjaganya, untuknya. Bulir air mata keluar tak berarah, aku bingung mengapa aku merasakan hal yang teramat sedih. Aku menyayanginya.

Jarinya yang besar, meyeka air mata yang turun dari mataku. Lihat, ternyata kita memiliki warna bola mata yang sama. Cokelat tua. Mata yang teduh. Jemari yang menghangatkan. Aku dapat merasakan hembusan napasmu yang menjalar pada punggung tanganku, saat engkau menggenggamnya. Aku juga dapat melihat bola matamu dengan jelas, sangat jelas bahkan. Dari bibir kita terucap janji serta kata yang menenangkan hati, terlebih hatiku. Aku tak ingin semuanya berakhir. Semuanya harus dapat bertahan. Selamanya.

Tanpa kamu sadari, dari dalam kardus itu. Edelweiss mendengarkan ucapan kita. Bahkan ia mendengar bagaimana isak tangisku pada saat itu. Dan aku yakin, dalam diamnya ia juga tersenyum dan mendoakan kita. Semoga.

Comments

Popular posts from this blog

Review Novel Klise

GHIYAT AESNA Zettu, 2013 236 Halaman Blurb Pernahkah kau berharap? Pernahkah kau bermimpi? Sederhana saja, semua karena cinta. Tapi, apa perasaan kau jika cinta itu sendiri yang menghancurkan semua harapan dan mimpimu yang tekah dibangun sejak lama. Terjebak dalam labirin dan sulit mencari jalan keluar. Lalu, pernahkah kau bimbang? Sederhana saja, ketika kau melewati sebuah jalan dan menemui persimpangan, kau mungkin bingung memilih jalan yang mana. Bagaimana kalau kedua jalan itu adalah percintaan dan persahabatan? Tak semudah yang kau pikirkan. Sebagian besar, cinta itu membuatmu bahagia, tapi sebagian lainnya membuatmu sulit. Bahkan sangat-sangat sulit. Kali ini cerita yang kau cari, mungkin tentang betapa rumitnya sebuah cinta. Maka, kau telah menemukannya. *** Klise bercerita tentang Toper seorang anak lelaki brokenhome yang diharuskan untuk pindah ke Singapura oleh ayahnya. Toper dipidahkan ke Singapura untuk melanjutkan pe

Pilihan

Seharusnya hari ini kamu bertemu dengan Asa, Rea dan Ego kembali. Tapi saya terlalu lelah untuk menulis. Sehingga cerita mereka belum selesai. Kamu masih mau menunggu bukan? Sampai bertemu esok ya!

Surat 1 : Untuk Kamu Yang Merasa Sepi

#30HariBercerita Hari ke-4 Surat pertama ini saya tulis dalam keadaan bingung. Bukan bingung untuk siapa surat ini akan ditunjukkan, tapi lebih kepada apa yang ingin saya sampaikan dalam surat ini. Untuk kamu yang merasa sepi, surat ini saya sampaikan. Jika kamu membacanya, saya harap kamu tak lagi merasa sendiri. Saya masih ingat malam itu tiba-tiba kamu mengirimi pesan yang isinya “gue ngerasa kesepian”. Pada saat itu saya bingung, kaget. Karena kamu bukan tipekal yang sering bercerita namun tiba-tiba kamu mengatakan hal seperti itu. Saya paham, semua orang di dunia ini pasti akan mengalami perasaan itu. Sebahagia apapun dirinya, ia pasti akan merasakan kesepian. Saya juga tidak tau apa yang harus saya lakukan agar membuat perasaan itu hilang dari dirimu. Karena selama ini saya merasa bahwa hal seperti itu hanyalah permasalahan pikiran saja. Yang harus kamu tau, saya bersama yang lain selalu ada di belakangmu. Meskipun kami tidak selalu ada di sampingmu. Tapi kamu tau ka