Skip to main content

Puisi Pertama

    Beberapa bulan terakhir aku sering melakukan ini; duduk di kursi meja belajar dengan posisi menghadap ke jendela. Memandang pesona alam yang ditampilkan dan menulis puisi. Entah mengapa aku jadi hobi menulis puisi. Salah satu bentuk sastra yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Mungkin ini semua karena dia.

Ketika aku memandang pesona alam atau termenung, ide-ide seperti menari-nari diatas kepalaku. Bagaikan animasi burung yang terbang melayang mengitari kepala disebuah kartun saat sang tokoh utama sedang sakit kepala. Aku tak mengerti tentang perasaan yang sedang menggerogoti hati dan pikiranku ini. Apakah ini cinta?
***

"Woy!! ngelamun aja. Lagi ngapain sih? pasti lagi mikirin cowok anak kelas sebelah itu ya?? hayo ngaku" ucap Senja sambil memegang bahuku.

Senja, sahabatku yang setia menemaniku sejak dua tahun terakhir ini. Dia tiba-tiba saja datang mengagetkan ku yang sedang menulis puisi. Aku menggerutu kesal mendengar ucapan yang meledekku tadi dan untuk membalasnya aku segera mengeluarkan jurus kelitik hingga ia terjatuh di kasur.

"Gue bingung nih Mbul, gue lagi kenapa ya?". Meskipun namanya senja, tapi aku lebih sering memanggilnya dengan sebutan gembul. Nama panggilan yang cocok untuk menggambarkan hobinya.
"Mungkin lo lagi jatuh cinta kali Bun, liat tuh sekarang ngga dimana-mana lo selalu nulis puisi" ucapnya seraya menunjuk buku yang sedang ku tulis.
"Tapi kan Mbul, puisi bukan untuk pelarian orang jatuh cinta aja".
         "Tapi nyatanya lo lagi jatuh cinta Embun sayang". Senja terus mengunyah makanan yang ada digenggamannya. Sedangkan aku terus berpikir tentang perasaan apa yang sedang ku rasakan. Kicauan burung pada sore hari itu ikut serta menjadi latar belakang pemikiranku.

 ***

"Matanya sangat menyilaukan, padahal ia bukan matahari. Sikapnya yang dingin meng- gambarkan bahwa sewaktu-waktu ia bisa mencair. Aku penasaran apakah...."
"Woy!!" 
Seketika pensil yang sedang ku gunakan untuk menulis terjatuh. Lagi-lagi Senja, si anak yang hobinya mengagetkan ku saja.
"Aduh embul, ngerusak mood nulis gue aja. Jadi jatuh juga kan pensil gue"
"Yaampun bun, sedetik aja lo ngga nulis puisi bisa engga sih?? sekali-kali gue juga mau liat sahabat gue ini dapet puisi. Bukan cuma nulis puisi doang hahaha" ledek Senja sambil mencubit halus pipiku.
Skakmat!! aku mendelik ke arahnya. Sahabat ku ini memang menyebalkan. Namun tak menampik jika aku juga ingin diberikan puisi oleh seseorang yang sangat berarti bagiku. Dan itu akan menjadi puisi pertamaku.

***

Tanpa tersadar hari-hari terakhir di sekolah semakin dekat. Semuanya sibuk mempersiapkan test-test perguruan tinggi dan lain sebagainya. Dan hari ini aku dan Senja sengaja datang ke sekolah untuk membereskan barang-barang yang masih tertinggal di loker.
Saat aku membuka loker dan mengambil buku-buku didalamnya, sepucuk surat berwarna pink jatuh ke lantai. aku pun meraih dan mulai membacanya. Di badan surat tertulis "Untuk Embun". Dan itu berarti surat ini ditujukan untukku. Aku sangat antusias membacanya dan ketika sampai pada akhir surat, aku terkejut saat membaca sebuah kata yang berbunyi "Dari: Dikta".

"Wah gila ternyata Dikta se-romantis ini. Berarti cinta lo ngga bertepuk sebelah tangan dong ya. ciee... dan akhirnya puisi lo udah nemuin penerimanya. Wah gue udah ngga sabar dapet teraktiran nih" Senja yang dari awal ikut membaca surat yang ternyata puisi itu langsung memelukku dengan erat. Aku merasa jantungku berdebar keras. Benarkah penantian akan puisi pertamaku berakhir?.
***

Comments

  1. ini biasa beb.... entah kenapa untuk yg satu ini menurut gue kayak cerita remaja biasa:|. biasanya gue kan selalu cetar dgn tulisan-tulisan looo bebbbbbbb..... bahasa percakapannya pake percakapan biasa seharihari beybih biar lebih greget...

    ReplyDelete
  2. maksudnya percakapan dialog antar tokohnya dibikin kayak percakapan sehari-hari kita gitu beb itu msh rada formal.-.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Review Novel Klise

GHIYAT AESNA Zettu, 2013 236 Halaman Blurb Pernahkah kau berharap? Pernahkah kau bermimpi? Sederhana saja, semua karena cinta. Tapi, apa perasaan kau jika cinta itu sendiri yang menghancurkan semua harapan dan mimpimu yang tekah dibangun sejak lama. Terjebak dalam labirin dan sulit mencari jalan keluar. Lalu, pernahkah kau bimbang? Sederhana saja, ketika kau melewati sebuah jalan dan menemui persimpangan, kau mungkin bingung memilih jalan yang mana. Bagaimana kalau kedua jalan itu adalah percintaan dan persahabatan? Tak semudah yang kau pikirkan. Sebagian besar, cinta itu membuatmu bahagia, tapi sebagian lainnya membuatmu sulit. Bahkan sangat-sangat sulit. Kali ini cerita yang kau cari, mungkin tentang betapa rumitnya sebuah cinta. Maka, kau telah menemukannya. *** Klise bercerita tentang Toper seorang anak lelaki brokenhome yang diharuskan untuk pindah ke Singapura oleh ayahnya. Toper dipidahkan ke Singapura untuk melanjutkan pe

Review: Novel Melbourne;Rewind

Winna Efendi Gagasmedia, 2013 328 Halaman Rp. 52.000,- Blurb Pembaca tersayang, Kehangatan Melbourne membawa siapa pun untuk bahagia. Winna Efendi menceritakan potongan cerita cinta dari Benua Australia, semanis karya-karya sebelumnya: Ai, Refrain, Unforgettable, Remember When, dan Truth or Dare. Seperti kali ini, Winna menulis tentang masa lalu, jatuh cinta, dan kehilangan. Max dan Laura dulu pernah saling jatuh cinta, bertemu lagi dalam satu celah waktu. Cerita Max dan Laura pun bergulir di sebuah bar terpencil di daerah West Melbourne. Keduanya bertanya-tanya tentang perasaan satu sama lain. Bermain-main dengan keputusan, kenangan, dan kesempatan. Mempertaruhkan hati di atas harapan yang sebenarnya kurang pasti. Setiap tempat punya cerita. Dan bersama surat ini, kami kirimkan cerita dari Melbourne bersama pilihan lagu-lagu kenangan Max dan Laura. Enjoy the journey, EDITOR *** Akhirnya selesai juga baca novel ini. Sudah lama aku in

Review: Novel Andai Kau Tahu

Dahlian Gagasmedia, 2013 366 Halaman Rp. 50.000 Blurb Pengakuannya membuatku merona. Dalam sesaat aku terpaku memandangnya... seolah ia hanya imaji belaka. Bahwa semua ini hanya mimpi di suatu malam. Seolah tak mengerti kejengahanku, kejujuran demi kejujuran meluncur keluar dari bibirnya. Tentang pujian tulusnya akan maknaku di hidupnya. Tentang harapannya akan diriku yang hadir di hidupnya selamanya. Aku belum cukup mengenalnya. Aku tak pernah memikirkannya. Jadi, bagaimana caraku mengatakan yang sebenarnya, bahwa perasaanku dan perasaannya tidak berada di garis yang sama? *** Andai Kau Tahu bercerita tentang Tania seorang perempuan cantik berumur 21 tahun yang harus menerima perjodohan dari ayahnya. Ayahnya menjodohkan Tania dengan anak sahabatnya yang berprofesi sebagai dokter karena ayahnya ingin mewariskan rumah sakit miliknya ke orang yang benar dan merupakan suami dari Tanis. Tania yang menolak perjodohan itu pun melarikan diri dari rumahnya menuj