Senja telah merekahkan jingganya.
Menyiratkan bahwa malam akan segera datang. Taman ini mulai sepi, hanya ada
desaran angin yang tersisa. Aku masih duduk disini. Sambil merekatkan jaket
dengan kuat, aku menghadang angin yang sangat menusuk tulang. Aku menunggumu.
***
Sudah beberapa minggu ini aku menghabiskan waktu senja di taman
komplek rumahku. Terlambat kusadari, ternyata taman ini mempunyai sebuah
atmosfer yang sangat menenangkan. Anak-anak yang tertawa berlari mengejar
kupu-kupu, sekelompok anak muda yang sedang bermain biola atau orang-orang
dewasa yang menikmati masa tua adalah pemandangan yang disajikan pada taman
ini. Mereka terlihat seperti tak ada beban.
Duduk di bangku besi berwarna putih ini merupakan favoritku.
Dengan letak yang strategis tepat di tengah taman, aku bisa melihat semuanya
dengan jelas. Rumput, pengunjung yang berlalu-lalang, kupu-kupu, serta matahari
yang mulai menghilangkan jejaknya. Hanya sebagai pengamat. Namun aku sangat
menyukainya. Terkadang tanpa sadar sudut bibirku membuat sebuah lengkungan,
entah karna perilaku anak kecil yang lucu atau hanya karena merasa nyaman di
tempat ini. Entahlah.
Hari ini aku melihat ada yang berbeda. Bukan berasal dari
taman ataupun langit sore, melainkan pengunjung baru itu. Hampir setiap hari
dikala senja tiba aku selalu datang ke taman ini, namun hari ini aku baru
melihatnya. Wajahnya nampak tak asing bagiku. Namun aku tak mengingatnya. Apa
aku mengenalnya? atau ini hanya perasaanku saja?
***
Keesokan hari aku datang ke taman ini guna untuk membaca novel
yang baru saja ku beli. Dan aku melihat dia lagi. Cowok yang menurutku tak
asing. Kemeja denim digulung hingga lengan, Celana levis, sepatu converse
menjadi gaya andalan saat ia datang ke taman ini. Duduk dengan mengangkat
sebelah kaki bertumpukan kaki sebelahnya sambil memetik gitar lalu menulis.
Mungkin ia sedang membuat lagu. Setelah selesai mengamatinya, aku melanjutkan
aktivitasku yang sempat terhenti; membaca novel. Tiba-tiba saja sebuah tangan
terjulur di depan wajahku.
"Hai, gue Revi" - Suara berat khas pria remaja
membuka perkenalan.
Seketika mataku langsung tertuju pada
tangan itu. Perlahan mataku mulai menuju wajah sang pemilik tangan itu. Dan
ternyata ia adalah laki-laki yang aku lihat tadi. Laki-laki muda necis yang
memetik gitar lalu menulis.
"oh, hai. Gue Dira" aku membalas
jabatan tangannya.
"Sering kesini?"
"Lumayan hehe, lo baru beberapa hari
ini ke taman ini ya?"
"iya, soalnya gue baru pindah rumah
dan ternyata taman ini asik juga buat nongkrong"
"oh.. baru pindah toh"
"iya. eh liat deh awannya bagus
banget" jari telunjuknya dengan sigap mengarahakan ke atas.
Saat itu awan stratus sedang menyiratkan
warna jingga yang begitu indah. Dan dari sinilah awal perkenalan aku dan revi
dimulai.
***
Perkenalan singkat itu membawaku pada
suatu hubungan yang jauh lebih dekat. Tak pernah terpikirkan sebelumnya,
mengapa aku dengan Revi dapat menjalin hubungan sedekat ini. Hampir setiap hari
aku dan Revi menikmati suasana senja bersama-sama. Melakukan aktivitas yang
sama dengan rasa yang berbeda. Ia memainkan gitar dengan penuh kelembutan dan
kemahirannya. Sedangkan aku menjadi pendengar setia yang hanya tersenyum
dibuatnya. Di penghujung senja, aku dan Revi menikmatinya dengan berbaring di
atas rumput sambil bercerita tentang kehidupan kita masing-masing. Hal rutin
yang menjadi aktivitas favoritku di setiap senja tiba. Dan tanpa kusadari hari
semakin jauh meninggalkan kita. Sampai akhirnya waktu menemukan titik jenuh
diantara kita.
**bersambung**
Comments
Post a Comment