Hati ini berdegup tak menentu. Disaat kehadiranmu seakan2 mimpi ditengah hujan badai yang menghangatkan. Engkau yang bermain-main dengan sikap membuat perasaanku tak menentu. Membutku tak berharap akan hadirmu hari ini. Hari yang menjadi sejarah bagi hidupku. Hari yang sangat berarti bagi aku dan mama. Namun semuanya terbayar lewat senyummu disiang hari itu.
"Kak sini keluar"
"Kenapa ma?" Aku yang lagi bermain dengan sahabat melangkahkan kaki keluar. Menyusul mama yang memanggilku dari depan rumah.
"Itu liat siapa yang dateng"
Tepat aku memalingkah wajah. Aku melihat senyuman itu. Senyum yang selalu membuat kupu-kupu menggelitik perutku. Senyum yang selalu aku rindukan.
Ah dia datang, bisikku dalam hati seraya tersenyum.
"Kok jahat sih ngebohongin lagi? Terus tau2nya dateng"
"Hehe kan kejutan. Lagipula ngga ada alasan untuk aku marah ke kamu dan ngga dateng"
"Ah tapi kan ngga harus ngebohong kayak gini. Segala cuma ngeread bbm dari malem. Bikin uring tau ngga"
"Hehe maaf maaf yaudah yang penting kan dateng"
Aku mengajaknya masuk ke dalam rumah. Sambil memegang jaket kulit cokelatnya aku terus mengukirkan senyum. Aku memperkenalkan mama, papi, om dan tante kepadanya. Tak lupa juga memperkenalkannya kepada sahabat-sahabat aku yang hari itu datang juga.
Ternyata ini semua rencana mama dan dia. Aku sangat berterima kasih kepada mama yang telah menyusun skenario cantik ini dengannya.
Sudah lama aku tak bertemu dengan dia. Dan saat ini aku dapat melihat senyuman itu lagi. Seperti biasa kita selalu penuh dengan cerita. Serta canda dan keheningan yang beberapa kali menyelimuti. Aku rela menghisap asap rokok yang dikelualannya demi berbicara dengannya melakukan tawa ringan yang meluluhkan rindu. Ah, rasanya aku ingin menghentikan waktu sekarang juga.
"Li ngantuk nih. Ada kopi ngga?"
"Ada kok. Cappucinno ya"
"Iyaudah"
Aku melangkahkan kaki menuju dapur. Dengan penuh rasa sayang aku membuatkan kopi untuknya. Di sebuah cangkir berwarna coklat aku menyeduh cappucinno pertama untuk lelaki yang sangat aku sayangi. Tak ku sangka ia mengikutiku dan melihatku membuat kopi. Seperti berada di mimpi dan aku tak ingin terbangun.
"Jangan air panas semua li"
"Iyaa" aku mengangguk secara mantap dan mengaduk kopi panas itu dengan perlahan. Lalu aku menyerahkan kopi itu kepadanya.
Ia meneguk kopi itu sambil sesekali meniup udara panas yang di dalamnya. Matanya terpejam, mungkin itu cara ia menikmati kopinya. Ah, aku dapat melihatnya secara dekat.
Secangkir kopi panas pertama. Di dapur rumah. Ketika senja ingin memunculkan semburat jingganya. Aku akan selalu mengingatnya. Orang pertama yang terlihat seperti orang yang sudah sering kali bertemu ke istana aku ini. Tak memunculkan rasa asing dan canggung. Dipeluk oleh seluruh malaikat penjagaku. Semoga tetap seperti ini. Jangan pernah bergerak. Aku mohon.........
Comments
Post a Comment