Skip to main content

Romansa Es Krim

          "Gue nggak pernah mau kayak gini Ti." ucap Shinta terisak.
          "Lo ngga mau kayak gini, tapi lo nggak usaha? apa hasilnya? yang ada lo selalu nangis Ta." Kata Tiara menasehati.
          "Gue udah usaha Ti, tapi apa? semuanya nihil ! gue tetep kehilangan. Satu hal yang ngga pernah gue mau." Ujar Shinta menimpali.
          "Usaha lo nggak ada yang nihil Ta. Coba tenang. Dan ikhlasin semuanya. Waktu punya jawaban buat ini semua."
          "Tapi kapan Ti?? kapan waktu bakal jawab ini semua?"
          "Suatu saat nanti Ta. Lo nggak akan pernah tau kapan waktu akan jawab semua yang lo hadapin saat ini. Karena lo nggak akan tau apa yang bakal terjadi sama hidup lo lima menit kedepan. Waktu punya alasan yang tepat untuk semua masalah yang dateng Ta. Termasuk alasan kenapa lo kehilangan." Kata tiar.

          Ia memeluk Shinta yang terus terisak. Meskipun Tiar tahu, pelukkannya tak sanggup menahan guncangan hati yang Shinta rasakan. Tapi menurut Tiar, pelukkan adalah tindakan yang tepat untuk saat ini.

***

          Semuanya masih sama. Kafe Romansa. Disinilah Shinta sekarang. Ia tak pernah tau mengapa langkah kakinya membawa ia ke tempat ini. Bentuk arsitektur serta aroma es krim yang khas tak pernah bisa Shinta lupakan. Bangunannya merupakan peninggalan penjajahan Belanda, sudah bisa ditebak seberapa tuanya bangunan ini. Bangku serta meja kayu berwarna putih tertata dengan rapi. Foto-foto yang menggambarkan perubahan kawasan sekitar kafe ini setiap masanya terpajang di setiap sudutnya. Meskipun sudah dilakukan beberapa kali renovasi, pemilik kafe ini tetap mempertahankan ciri khas bangunan Belandanya. Menjadikan kafe ini berbeda dari kafe es krim lainnya.

          Dulu, di tempat ini Shinta sering menghabiskan waktu bersama seseorang; yang sudah ia hapuskan dari memori masa lalunya. Shinta yang selalu merasa sakit; pada bagian hatinya dikala pergi ke tempat ini pun segera melangkahkan kakinya untuk masuk. Ia memilih tempat di bangku bernomor 03, tepat di sisi kolam renang.

***

          Tiga puluh menit berlalu. Shinta tak kunjung memesan makanan ataupun es krim yang selalu menjadi kesukaannya. Pelayan yang datang ke mejanya hanya seperti pak pos yang tidak menemukan alamat. Hanya datang membawa buku menu dan kembali ke meja pelayan tanpa membawa pesanan dari pengunjung.

          Pikiran Shinta berterbangan keluar. Seperti burung, pikirannya membawa semua memori kenangan masuk ke dalam otak. Shinta melamun. Sampai ia tidak sadar bahwa ada seseorang laki-laki yang berjalan mendekatinya.

                   "Nih buat lo." Ucap seorang laki-laki dengan suara beratnya.

          Lamunan Shinta terpecah. Ia menempati bangku di sisi lain Shinta dan meletakkan salah satu es krim yang ia bawa di atas meja. Aneh, gumam Shinta dalam hati.

          "Gue lagi nggak mau makan es krim." Respons Shinta seadanya. Tatapan Shinta tertuju pada lilin  yang menyala tepat di tengah kolam renang.
          "Lo nggak mau makan? terus? ngapain lo kesini kalo cuma duduk doang?" tanya laki-laki itu sambil menyendok es krim di depannya.
          "Gue nggak duduk doang kok. Makanan gue udah abis daritadi." Kata Shinta dengan nada sinis.
          "Bohong! gue ngeliatin lo daritadi kali. Udah lo ngga usah bohong." Ujar laki-laki itu dengan nada menang. Seolah ia yang paling tahu segalanya.

          Shinta yang mulai geram mengarahkan pandangannya kepada laki-laki yang berada di depannya. "Duh! lo siapa sih? tiba-tiba duduk di sebelah gue, terus sok kenal, sok tau dan ngasih gue es krim. Jangan-jangan lo udah kasih racun ya di es krim gue?" tuduh Shinta.

          "Weits weits weits tenang gue nggak sejahat itu. Maksud gue baik kok. Gue cuma mau nemenin lo doang. Gue Rendy. Lo?" Ucapnya sambil mengangkat sebelah tangannya. Seakan ingin berjabat tangan dengan Shinta.
          "Gue Shinta." Tanpa menatap mata lawan bicaranya, Shinta menjawab ajakan perkenalan singkat itu.

          Rendy pun menurunkan tangannya dengan sia-sia dan menghabiskan es krimnya kembali. Di tatapnya Shinta sambil tersenyum.

          "Gue tau lo lagi sedih, kebaca dari muka lo." Tanya Rendy dan menjawabnya sendiri.
          "Udahlah nggak usah sedih-sedih terus. Cewek jelek kalo lagi sedih." Rendy menambahi.
          "Sok tau." Kata Shinta sambil menatapnya dengan sinis.
          "Gue serius." Ucap Rendy dengan yakin.
          "Kehilangan bukan berarti kiamat dunia. Percaya deh, dibalik sebuah kehilangan lo akan nemuin sesuatu yang lebih indah buat lo milikin." Ucap Rendy menggurui.

          Hati Shinta seperti tersambar petir. Shinta bingung, mengapa ada seseorang laki-laki yang tau tentang perasaannya saat ini. Padahal ia baru bertemu dengan laki-laki tersebut. Aneh, ini sungguh aneh. Pikir Shinta.

        "Lo nggak perlu jawab. Gue tau apa yang lagi lo rasain. Karena gue lagi ngerasain juga. Dan sekarang gue sadar. Dibalik kehilangan gue kemarin, Tuhan udah bikin satu cerita yang happy ending buat gue. Dan sekarang kayaknya gue udah nemuin alasan Tuhan menghilangkan dia yang kemarin. Dan alasannya udah ada di depan gue." Ucap Rendy dengan penuh keyakinan.

          Ia berdiri. Kemudian tersenyum dan beranjak pergi meninggalkan Shinta bersama es krimnya yang mulai mencair.

          Hati Shinta bertanya-tanya. Pikirannya seakan mencari celah untuk mengerti tentang kata-kata yang Rendy ucapkan. Shinta bingung. Matanya yang bulat hanya dapat mengikuti arah Rendy pergi. Sebelum Rendy sampai di pintu keluar, ia berbalik dan tersenyum ke arah Shinta yang terus memandangnya. Shinta terkejut. Ia malu, sehingga ia melemparkan pandangannya ke arah lain. Tapi, Shinta sempat melihat ada dua buah lesung pipi yang hinggap pada pipi Rendy yang tirus. Shinta teringat dengan apa yang dikatakan Tiar, bahwa waktu mempunyai alasan untuk semua yang terjadi. Dan Shinta pun bertanya dalam hati

"Apakah ini alasan dari waktu yang ia tunggu?"

Comments

  1. panter rendy suka. tokohnya ada rendi juga :P
    tapi menarik sih :))
    lanjutannya ada?
    cerita romantis nih yang susah gua bikin.... :|

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha hallo kaak, ada tapi ngga di post di blog :p cukup buat orang penasaran ajaa hehee. pasti bisa bikin cerita romantis kok kak :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Review Novel Klise

GHIYAT AESNA Zettu, 2013 236 Halaman Blurb Pernahkah kau berharap? Pernahkah kau bermimpi? Sederhana saja, semua karena cinta. Tapi, apa perasaan kau jika cinta itu sendiri yang menghancurkan semua harapan dan mimpimu yang tekah dibangun sejak lama. Terjebak dalam labirin dan sulit mencari jalan keluar. Lalu, pernahkah kau bimbang? Sederhana saja, ketika kau melewati sebuah jalan dan menemui persimpangan, kau mungkin bingung memilih jalan yang mana. Bagaimana kalau kedua jalan itu adalah percintaan dan persahabatan? Tak semudah yang kau pikirkan. Sebagian besar, cinta itu membuatmu bahagia, tapi sebagian lainnya membuatmu sulit. Bahkan sangat-sangat sulit. Kali ini cerita yang kau cari, mungkin tentang betapa rumitnya sebuah cinta. Maka, kau telah menemukannya. *** Klise bercerita tentang Toper seorang anak lelaki brokenhome yang diharuskan untuk pindah ke Singapura oleh ayahnya. Toper dipidahkan ke Singapura untuk melanjutkan pe

Pilihan

Seharusnya hari ini kamu bertemu dengan Asa, Rea dan Ego kembali. Tapi saya terlalu lelah untuk menulis. Sehingga cerita mereka belum selesai. Kamu masih mau menunggu bukan? Sampai bertemu esok ya!

Surat 1 : Untuk Kamu Yang Merasa Sepi

#30HariBercerita Hari ke-4 Surat pertama ini saya tulis dalam keadaan bingung. Bukan bingung untuk siapa surat ini akan ditunjukkan, tapi lebih kepada apa yang ingin saya sampaikan dalam surat ini. Untuk kamu yang merasa sepi, surat ini saya sampaikan. Jika kamu membacanya, saya harap kamu tak lagi merasa sendiri. Saya masih ingat malam itu tiba-tiba kamu mengirimi pesan yang isinya “gue ngerasa kesepian”. Pada saat itu saya bingung, kaget. Karena kamu bukan tipekal yang sering bercerita namun tiba-tiba kamu mengatakan hal seperti itu. Saya paham, semua orang di dunia ini pasti akan mengalami perasaan itu. Sebahagia apapun dirinya, ia pasti akan merasakan kesepian. Saya juga tidak tau apa yang harus saya lakukan agar membuat perasaan itu hilang dari dirimu. Karena selama ini saya merasa bahwa hal seperti itu hanyalah permasalahan pikiran saja. Yang harus kamu tau, saya bersama yang lain selalu ada di belakangmu. Meskipun kami tidak selalu ada di sampingmu. Tapi kamu tau ka