Bau
hujan masih terasa dalam hirupan. Sepertinya hujan tak mau dilupakan begitu
saja. Embunnya pun masih senantiasa menghangatkan kaca jendela yang tampak
kedinginan. Bahu Zita masih terguncang, ia terisak sangat. Ia tak mengerti
tentang apa yang ia rasakan, ia tidak mendeskripsikannya. Yang ia tahu ada rasa
kesal dan sesak karena situasi yang menghampirinya. Situasi yang dulu pernah
menyakiti hatinya kembali datang.
Jantung
Zita meloncat keluar saat Dimas mengatakan mengatakan bahwa Kila adalah mantan
kekasihnya. Saat itu waktu seakan terhenti, kabut hitam seperti mengelilingi
Zita yang terpaku atas berita tersebut. Mencekiknya secara perlahan,
menakutinya akan hal yang tak pernah ia sukai, bahkan sangat ia benci. Hati Zita
panas, bukan karena terbakar oleh api cemburu melainkan terbakar oleh api
keirian dan meninggalkan abu penasaran dalam benak Zita.
Kila
adalah teman sekelas Zita yang belum terlalu ia kenal. Jelas saja Kila bisa
memiliki hati Dimas, ia cantik, pendiam, mungkin juga pintar dan dewasa. Ah! Bukankah
cinta tak harus memandang fisik? Gumam Zita dalam hati sambil terus menghapus
air matanya yang jatuh. Bagaimana bisa ia berada dalam satu lingkup bersama
perempuan yang dulu sempat digilai oleh Dimas? Lelaki yang sangat ia sayangi
lebih dari sahabat, lelaki yang dapat membuat ia tertawa terbahak-bahak bahkan
dapat membuat Zita merasakan rindu yang teramat dalam.
Zita
kesal mengapa ia dapat terjebak dengan situasi yang sama seperti dua tahun yang
lalu. Disaat ia sekelas dengan seorang kekasih mantan kekasihnya. Dan itu hanya
membuat ia kalut sejadi-jadinya.
“Oh Tuhan, kenapa aku harus terjebak dalam situasi
seperti ini lagi?” pekik Zita menggema di kamarnya.
Zita
tidak cemburu, karena Kila hanyalan mantan Dimas dan hubungan mereka tidak
sedekat dulu. Bahkan Dimas mengaku sudah putud hubungan dengannya. Tapi, ada
sesuatu perasaan di dalam hati Zita yang tidak bisa dijelaskan kepada dirinya
sendiri dan orang lain. Namun dengan begitu Zita sudah mengetahui alur cerita
ini akan mengalir kemana dan berakhir seperti apa. Karena sebelumnya ia pernah
mengalami situasi ini.zita sudah sangat paham akan hal itu. Tetapi, setiap kali
menerima situasi yang sudah pernah ia alami sebelumnya hati Zita seperti
meronta tak terima. Ia cemburu, mungkin. Ia iri, mungkin. Dan ia egois. Semua perasaannya
saat ini seperti misteri yang sulit terpecahkan.
***
Zita
melangkahkan kakinya secara mantap. Menaiki anak tangga lobby kampusnya dengan
santai. Hari ini ia berusaha untuk mempositifkan pikirannya agar tak terlalu
terbebani dengan masalah yang ada. Sesampainya di kelas Zita langsung
menyebarkan informasi yang ia dapat dari BEM fakultasnya. Karena Zita terpilih
menjadi humas perwakilan kelas. Saat ia selesai menyebarkan informasi
dilihatnya perempuan yang memakai kacamata dan berambut panjang mendekatinya. Ya,
dia adalah Kila.
“Hallo Zit, gue mau nanya terakhir ngumpulin formulir
untuk peserta camp kapan?”
Bener
kan apa kata gue. Gue tau alurnya bakal kayak gimana, gumam Zita dalam hati
seraya tersenyum.
Comments
Post a Comment