Sudah lebih dari
dua jam Alyssa berada di sini, taman angsa yang tak jauh dari rumahnya. Ia duduk pada sebuah hamparan rumput yang
menghadap ke danau. Semilir angin senja sesekali membuat rambut hitamnya
berantakan. Terlihat angsa angsa yang sedang berenang kesana kemari,
mengepakkan sayapnya seolah ia tak pernah bosan oleh lingkungan. Pandangan Alyssa
menyapu sekeliling, tak jauh dari tempat ia duduk, ia melihat sepasang anak
muda yang sedang bercengkrama. Tangan mereka terpaut, mungkin mereka adalah sepasang
kekasih atau mungkin mereka hanya sahabat?, pikir Alyssa lalu melengkungkan
senyumannya. Ia mengembalikan pandangan pada angsa di danau, senyum getir yang
ia hadirkan, ia teringat akan kenangannya empat tahun lalu di sini. Kenangan yang
orang lain mungkin pikir sebagai kenangan pada sahabatnya, namun Alyssa
menyebutnya sebagai kekasih hati.
Ia
ingat bagaimana rasanya jatuh cinta kepada seseorang asing, yang tak pernah ia
minta untuk datang kedalam hidupnya. Ia ingat bagaimana rasanya saat jantung
berdegup lebih kencang daripada biasanya, telapak tangan yang dingin pada suhu
hangat, dan bibir yang kelu saat kedua mata saling menatap. Pada saat itu Alyssa
tersadar bahwa cintanya mungkin tak akan terbalaskan. Tersadar bahwa ia akan
tersakiti oleh perasaannya sendiri. Alyssa benar, ia terjebak akan sebuah kata “sahabat”.
Ya sahabat. Di tempat ini, empat tahun yang lalu Alyssa kembali teringat kata
yang pernah diucapkan seorang lelaki kepadanya “lo itu sahabat
gue, gue nggak mau nantinya kita bakalan canggung.”
Kata yang
berarti suatu hubungan yang dapat menjebak antara seorang laki-laki dan perempuan
dalam naungan perasaan cinta yang tak terbalaskan. Hubungan yang tercipta hanya
karna perasaan nyaman dan terlalu takut untuk kehilangan satu sama lain. Mereka
yang mengalaminya hanya takut untuk keluar dari zona itu. Mereka terlalu takut
untuk semua yang terjadi di depan. Termasuk lelaki yang menyebut Alyssa sebagai
sahabat. Lelaki yang tak mau merusak hubungan itu sebagai alasan. Alyssa sudah
muak mendengar kata itu, kata yang setiap kali menjadi tameng pada sebuah
perasaan yang tak terbalaskan. Ia tidak peduli arti, phylossophi, dampak
positif ataupun negative yang terjadi dalam hubungan itu. Ia hanya ingin
cintanya terbalaskan, hanya ingin perasaan sayangnya tidak menjadi sia-sia. Hanya
ingin mempunyai seseorang yang dapat ia banggakan. Hanya itu. Ia tak peduli
dengan apa yang waktu inginkan darinya, tak peduli bagaimana nanti waktu akan membawanya
dalam keadaan buruk sekalipun. Ia tak peduli, bahkan sangat tak peduli.
Mata Alyssa tak
lepas dari angsa tersebut. Sesekali ia tersenyum dan meneteskan air matanya. Lalu
menyeka dengan jemari kecilnya. Alyssa berusaha tidak menyesal saat kembali
menghadirkan ingatan masa lalu tersebut. Dari dulu ia berusaha untuk tidak
sedih dan percaya bahwa ia akan jauh lebih bahagia dengan takdir yang
dimilikinya hari ini. Tapi Alyssa yakin, Tuhan telah menyiapkan sebuah alasan
mengapa ia dipertemukan oleh lelaki itu. Ya, lelaki yang telah membuat Alyssa
jatuh cinta. Lelaki yang menyebut Alyssa sebagai sahabatnya. Alyssa juga yakin
waktu mempunyai cerita yang indah di depan, tanpa ia ketahui. Alyssa menampakan
senyum keharuannya dengan isak kecil yang tergambar dari bulir air yang
terjatuh mengenai pipinya. Rambut hitamnya sesekali tertiup oleh angin senja,
daun gugur yang ikut tertiup pun dapat melihat kelegaan yang terpancar dari
mata bulatnya.
“sayang maaf ya
udah nunggu lama. Tadi di jalan macet banget.” Ucap seorang lelaki dari arah
kanan Alyssa. Sesekali lelaki itu menyeka kacamatanya yang turun dari batang
hidungnya.
“iya nggak apa
kok. Aku juga baru sampe di sini.” Jawab Alyssa berbohong, seraya menghapus jejak
air mata yang menempel pada bawah matanya lalu tersenyum. Alyssa tidak peduli
dengan waktu yang terbuang karena ia menunggu, yang ia pedulikan hanya kelegaan
dan senyum yang terpancar dari seseorang yang ada di hadapannya saat ini.
“Happy first anniversary ya Alyssa.” Ujar
lelaki itu, ia menyerahkan bucket mawar
merah yang ia genggam kepada Alyssa. Sambil berlutut layaknya seorang pangeran
yang ingin melamar sang putri.
“Happy
anniversary too Ari.” Alyssa memeluk lelaki yang bernama ari itu dengan kuat. “makasih
udah mau jadi kekasih dan sahabat terbaik yang aku punya selama empat tahun
ini. Makasih ri.” Ucap Alyssa dalam pelukan Ari.
Air matanya
kembali pecah, ia terisak karena bahagia yang ia rasa. Ia tak dapat menahannya,
semua kenangan empat tahun yang lalu kembali berputar di pikirannya. Ya, Ari
adalah sahabat yang Alyssa cintai sejak empat tahun yang lalu. Dan sekarang ia
telah menjadi kekasih Alyssa. Kejadian empat tahun silam kembali terulang. Dengan
tempat, angsa dan semilir angin senja yang sama, namun dengan kata yang berbeda.
Waktu telah merencanakannya dengan baik. Mereka yang telah menyusunnya. Percaya
bahwa setiap langkah yang kita pilih merupakan langkah yang akan menemui
kebahagiaan setiap akhirnya. Percayalah bawa sejatinya sahabat tidak selamanya
menjadi mimpi buruk bagimu. Dalam percintaanmu. Daun yang berguguran seraya
tersenyum menyaksikan adegan itu. Matahari mulai malu bertemu dengan bulan. Ia tenggelam
menampakkan semburat jingga meganya.
top top top!!! gak nyangka bebby jago nulis... keren beb!
ReplyDeletethankyou ikooooo !!! di baca yang lain yaa hehehe
ReplyDelete