#30HariMenulisSuratCinta Hari ke-9
Teruntuk: Tuan yang Tak Pernah Menyadari Surat Dariku
Hallo tuan. Apa kabar? Lama tak bersua. Setelah aku sadari malam itu adalah pertemuan terakhir kita. Walaupun aku tak menginginkannya sebagai yang terakhir.
Aku seperti mempunyai firasat saat itu. Hujan tampak paham dan ia turun dengan derasnya sehingga menahan kita untuk terus bersama.
Apa kamu sadar? malam itu adalah waktu terlama kita bersendau gurau dan membicarakan hal yang tak penting. Dan malam itu adalah malam yang sangat berharga.
Malam itu selama 2 jam terakhir pertemuan kita, yang aku lakukan hanyalah menatap matamu. Ah aku sangat suka menatap bola mata berwarna cokelat itu. Seakan ada misteri yang terpecahkan jika aku terus menatapnya. Atau berdiam diri dan terusik oleh asap beracun yang kamu keluarkan. Dan sangat suka disaat kupu-kupu diperutku berterbangan kesana-kemari. Tentu saja itu dikarenakan kontak mata serta tangan kita yang mungkin menurutmu tidak berarti apa-apa. Sebentar, Akankah kita bisa seperti itu lagi?
Tuan singa...
Kamu pasti bosan jika membaca surat dariku. Ini memang bukan surat pertama ataupun kedua. Tapi menurutku ini adalah surat yang paling bersedih. Karena situasi kita tak seperti dulu lagi. Karena aku tak dapat berbicara denganmu seperti dahulu lagi.
Aku lelah meridukanmu tuan,
Lelah jika rindu ini terus berlari mengejarmu. Namun ia tak pernah bisa bertemu denganmu. Bahkan dimimpipun engkau terlalu jauh untuk dicapai. Walaupun itu sekadar untuk memberikan rindu tapi aku tak bisa.
Tuan aku ingin bertanya, apakah engkau pernah menyesali perkataan yang telah kamu lontarkan pagi itu?
Apa pernah kamu pikirkan akibat dari kata itu? Kata yang sebelumnya tidak kita sepakati. Terlebih kamu yang mengatakan bahwa tidak akan ada kata itu terucap diantara kita. Ah! Tapi aku sadar manusia dapat berucap apapun namun mereka tak ingat bahwa suatu saat yang mereka ucapkan adalah kebohongan bahkan bumerang bagi dirinya sendiri ataupun orang lain.
Tuan aku lelah merindumu,
Aku lelah hanya bisa menatapmu dari layar virtual yang tak bergerak maupun bersuara. Aku lelah tuan. Bahkan dalam keadaan diam semua memaksaku untuk mengingatmu. Benda-benda disekitarku seakan berbicara dan beradu menyebut namamu serta bercerita tentang kita. Aku lelah.
Sampai kapan kamu bertahan untuk diam? Ingin sekaliku menyapamu namun aku takut kemarahan yang akanku dapatkan. Aku sadar, aku bukanlah wanita yang paling engkau cintai. Ah! Aku lupa. Aku hanya disayangi olehmu. Tapi bukankah sayang kata lain dari cinta? Ah! Lupakan gurauanku tadi. Yang aku tau, sampai sekarang kamu masih baik-baik dan tak tampak terluka.
Aku pernah membaca tulisan pada sebuah gambar bahwa "if you were happy before you met someone, you can be happy after they're gone" tapi aku tidak yakin akan seperti itu saat ini. Apalagi jika harus ditinggal olehmu. Mungkin ini adalah sebuah ketergantungan. Tapi ini adalah dimana aku dapat memiliki seseorang yang mengerti hidupku. Seseorang yang dapat membuatku jujur lebih dariapapun. Seseorang yang membuatku nyaman. Seseorang yang menyembuhkan luka di hati namun ia membuatnya luka kembali.
Tuan.... Aku tak pernah menyesal menyayangi bahkan mencintai dirimu. Aku tak pernah menyesal mendapatkan luka ketika kau memilih dia karena itu adalah risiko yang harus ku terima tepat saat aku mencintaimu. Dan aku sangat paham akan itu.
Tuan.... Maukah kau bicara dan menjelaskan alasan semua ini kepadaku? Aku ingin bertemu meskipun itu hanya satu jam saja. Sekalipun disana kita hanya berdiam diri. Sekalipun kita tak menyelesaikan semuanya. Tapi tolong izinkan aku untuk menatapmu sekali lagi. Agar aku mampu melepasmu......
Tuan, adakah rindu yang menghampirimu sedetik saja? Adakah yang berbicara padamu tentang aku? Tentang kita yang dahulu......
Tuan....
Aku sangat lelah merindumu.
Jangan pernah memaksaku untuk tidak merindumu. Karena ku tak pernah bisa untuk berhenti merindumu walau hanya satu kedipan mata sekalipun.
Tertanda: Perempuan yang lelah merindumu
Comments
Post a Comment