#30HariMenulisSuratCinta Hari ke-22
Teruntuk: kamu yang setia mendengar
Seratus adalah angka yang sempurna. Seratus adalah genap. Dan seratus sudah ku menulis. Seratus sudah aku bercerita mengenai banyak hal. Lalu sudah berapa kali kamu menemaniku dalam hal ini?
Di tulisanku yang ke seratus ini, izinkan aku menuliskannya untukmu. Wahai kamu yang terkadang menemaniku. Pagi ini kamu datang lagi, tanpa aku minta. Kenapa kamu datang? Apa kamu sedang bersedih? Lihatlah aku sedang menulis surat untukmu.
Aku tidak pernah tau tentang perasaanmu yang sesungguhnya. Aku mencoba untuk mengerti namun aku tetap saja tidak bisa. Sudah seminggu kamu tak datang. Dan hari ini kamu datang secara tiba-tiba mengagetkanku. Tepat saat aku merasakan perasaan kacau itu kembali.
Maaf jika sering kali aku selalu mengeluh saat kamu datang. Aku sering sedih bahkan menangis saat kamu temani. Dan aku sering kali merasa bahwa perasaanku selalu salah saat kamu melihatku. Aku tidak tau mengapa kehadiranmu sering kali membuat aku lemah. Maaf kalau aku terlalu lemah dan cengeng. Maaf karena kamu harus selalu mendengar keluh kesahku yang tiada henti. Maaf ketika kedatanganmu sering kali membuatku terbawa pada suasana sendu. Aku tau kamu tak bermaksud seperti itu. Namun, kehadiranmu sering kali menyeretku pada kenangan yang tak ingin aku ingat.
Wahai kamu. Maaf jika kamu sering mendengar keluhku. Mungkin kamu pun bosan mendengar isak tangisku. Kamu mungkin pun sudah hafal betul siapa yang sering membuatku menangis dan bercerita kepadamu. Tapi percayalah, hanya kamu teman setia yang tak banyak komentar ketika aku seperti itu.
Aku seperti itu tentu saja bukan karena aku memujamu. Tapi terlebih aku percaya pada omongan orang tentang waktu kehadiranmu yang sangat berkah untuk bercerita kepada tuhan. Bercerita kepadamu juga tentunya. Tolong mengertilah.
Di tulisan ke seratus ini aku ingin memberitahumu bahwa perasaanku masih tetap sama. Terguncang sesekali, melambung, lalu terhempas tajam ke dataran. Aku tidak tahu harus sampai kapan aku seperti ini. Aku tidak tau sampai kapan kamu akan mendengar keluhku tentangnya. Sampai kapan kamu akan melihatku gelisah setiap kali ia membuat sesuatu hal. Ya, sesuatu hal yang dapat melukai hatiku. Tanpa ku beri tahu hal apa itu kamu pasti sudah mengetahuinya.
Aku tidak tahu apakah ia sadar sudah melukai hatiku saat ia melakukannya. Ya meskipun dia tahu, dia pun tidak bisa berbuat apa-apa. Sama seperti aku. Ini hanya tentang komitmen, perasaan egois dan perasaan menyakitkan (sering kali). Semuanya terlalu keruh. Semuanya seperti kabut. Aku terlalu kedinginan. Menurutmu aku harus bagaimana??
Terima kasih yaa karena kamu setia mendengar cerita serta mengantar rinduku yang sering aku titipkan pada rintik kecilmu. Terima kasih karena kehadiranmu membuat aku merasa bahwa aku tidak menangis sendirian. Terima kasih karena sampai saat ini kamu masih setia mengunjungiku. Oh ya, bolehkah aku menitipkan rindu ini lagi untuknya? aku lelah menyampaikannya sendiri. Aku lelah karena tak ada pertemuan sebagai obat rindu itu. Baiklah, sampai berjumpa lagi. Selamat kembali ke rumahmu.
Tertanda: penghuni bumi yang selalu berkeluh kesah saat kamu datang.
01:34
Dalam kain tebal aku berlindung. Kamu datang membawa kilat yang cukup besar dan dia (sedikit) menghangatkan namun juga membuat hati ini beku.
** 16:15
Kamu masih menemaniku. Kamu belum juga pulang kembali setelah hampir 12 jam menemaniku. Kamu kenapa?
Comments
Post a Comment